Wednesday, April 30, 2008

Untuk 230408

Selamatkan Bumi

Bumi, merupakan satu-satunya planet di jagat raya ini yang menjadi tempat hunian manusia. Tidak berbeda dengan planet lainnya di dalam sistem tatasurya, Bumi yang berbentuk oval 'berkegiatan' berputar mengelilingi Matahari tanpa berhenti. Bumi yang berusia miliaran tahun ini, memberikan segalanya kepada semua penghuninya termasuk manusia.

Planet Bumi ini menyediakan semua kebutuhan penghuninya terutama manusia. Hutan, gunung, bukit, lembah, laut, sungai dengan segala isinya diperuntukan bagi kesejahteraan makhluk bernama manusia. Bahkan di Indonesia, hal itu dituangkan dalam UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tanah, air dan semua yang terkandung di dalamnya adalah sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Namun sayang, pernyataan UUD 1945 itu lebih sering 'disalahgunakan'.

Isi Bumi digerogoti. Kekayaan alam yang ada di dalam kandungan Bumi berupa bahan tambang seperti batu bara, minyak dan lainnya diambil tanpa kendali. Hutan dirambah dan semua pohonnya ditebang. Air sebagai kebutuhan vital manusia, dicemari dengan membuang limbah berbahaya dan sampai ke dalamnya. Udara yang mengeliling Bumi dan sangat dibutuhkan makhluk hidup pun demikian. Asap kenderaan bermotor hingga pabrik industri memiliki andil besar dalam pencemaran udara dan mengakibatkan hujan asam.

Hasil dari semua kegiatan itu dinikmati hanya oleh segelintir manusia. Sementara dampak negatif dari semua itu, dirasakan oleh seluruh manusia. Banjir dan tanah longsor, adalah 'buah' dari tindakan manusia yang tidak pernah berlaku adil terhadap Bumi. Kerugian yang ditimbulkannya, ditanggung sendiri oleh manusia. Manusia memanfaatkan sumberdaya alam, tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkannya.

Pengrusakan atas Bumi terlihat jelas saat ini. Kegiatan manusia atas Bumi ini, meningkatkan ancaman terhadap kelangsungan hidup penghuninya karena sumberdaya alam dikuras tanpa henti. Bumi kita dalam keadaan sekarat. Tuhan yang menciptakan Bumi telah mengisyaratkan dalam Quran, bahwa kerusakan di Bumi ini adalah akibat tangan manusia.

Di Hari Bumi yang diperingati pada setiap 22 April, menjadi momentum yang tepat bagi kita untuk menyelamatkan Bumi ini dari kehancurannya. Kita belum terlambat untuk memulai langkah penyelamatan terhadap planet yang kita huni ini. Di sini dibutuhkan peran pemerintah dan kita termasuk pengusaha untuk menjaga kelangsungan kehidupan di atas Bumi ini. Kita harus menjaga kelestariannya.

Caranya, mengubah dan memperbaiki perilaku kita atas Bumi yang dimulai dari hal kecil. Di antaranya, kita harus bisa menahan diri untuk tidak membuang sampah ke sungai atau ke jalan. Kita harus menyadari, membuang sampah di sembarang itu sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup semua. Selain itu, kita bisa memanfaatkan sejengkal tanah untuk melakukan penghijauan. Misalnya dengan menanam tanaman yang bermanfaat atau tanaman hias di pekarangan rumah dana lahan kosong. Manfaatnya sangat besar, tercipta keteduhan bagi penghuninya. Rumah pun menjadi indah dihiasi aneka tanaman di halaman. Udara sebagai sumebr sumber kehidupan makhluk hidup menjadi bersih.

Dengan semangat Hari Bumi tahun ini, kita selamatkan Bumi ini dari kehancuran. Marilah kita tinggalkan perilaku kita yang tidak adil terhadap Bumi ini.

Thursday, April 03, 2008

jumat 040408/ima

Subsidi

Selama ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan keluarga, ibu rumah tangga yang selalu menjadi korban. Di saat harga bahan kebutuhan pokok melonjak tajam, ibu rumah tangga yang pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana mengelola keuangan keluarga agar bisa cukup memenuhi keperluan rumah tangganya. Di saat salah satu kebutuhan pokok yakni minyak tanah langka, ibu rumah tangga bertambah repot. Mereka rela antre ber jam-jam dan di bawah terik matahari hanya untuk mendapatkan jatah minyak tanah, itu pun paling banyak hanya lima liter.

Penderitaan 'pengelola' keuangan rumah tangga itu, sepertinya tidak akan pernah berakhir. Kini, mereka terutama pengguna elpiji sebagai pengganti minyak tanah kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar gas itu. Kalau pun ada, harganya melambung. Untuk satu tabung isi 12 kilogram, sekarang harganya Rp 5.000 sampai Rp 10.000 lebih mahal dibanding sebelumnya. Artinya, ibu rumah tangga pengguna elpiji harus berusaha sekuat tenaga mengelola keuangannya agar cukup memenuhi kebutuhan keluarga, minimal untuk satu bulan.

Sulitnya mendapatkan elpiji itu sebenarnya dirasakan sejak Maret lalu, dan tidak hanya di daerah ini melainkan juga di beberapa daerah lain di luar Kalimantan di antaranya Malang, Jawa Timur. Ratusan ribu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di wilayah kabupaten itu terancam bangkrut, akibat tersendatnya pasok minyak tanah dan dan elpiji. Salah satu penyebabnya adalah Pertamina sebagai 'penguasa' penyaluran berbagai jenis BBM dan gas mengurangi pemasokan, selain penyimpangan penjualan akibat disparitas harga.

Akibat disparitas harga itu yang cukup tajam itu, membuat industri ikut industri membeli elpiji untuk rumah tangga (12 kilogram) demi kelangsungan aktivitasnya. Harga elpiji rumah tangga antara Rp 68.000 - Rp 75.000 di tingkat eceran, sedangkan elpiji industri (isi 50 kilogram) Rp 475.000 - Rp 500.000.

Lebih dari itu, kelangkaan berbagai jenis bahan bakar minyak --selama ini premium, solar, minyak tanah)-- dan naiknya harga barang khususnya kebutuhan pokok manusia, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Kebijakan mengurangi bahkan mencabut subsidi atas BBM dan gas, menjadi pemicunya.

Selama ini, kita terlena dengan berbagai subsidi. Akibatnya, begitu ada kebijakan pemerintah mengurangi atau mencabut subsidi, kita pun menjadi kelabakan. Konversi minyak tanah ke elpiji, juga ada kaitannya dengan subsidi. Di saat rakyat siap beralih ke elpiji, justru yang terjadi sebaliknya. Ternyata pemerintah belum siap. Buktinya, elpiji pun sulit didapat.

Memang, tujuan pemerintah memberikan subsidi kepada rakyat adalah mengurangi dan meringankan beban yang harus dipikul rakyat kecil. Tapi melihat fakta di lapangan selama ini, subsidi yang diberikan itu tidak tepat sasaran. Subsidi khususnya untuk BBM, lebih banyak dinikmati oleh warga yang berkecukupan bahkan berlebihan. Sementara rakyat kecil, tetap hidup dalam serba kekurangannya dan sangat sedikit bisa menikmatinya walaupun subsidi itu diperuntukan bagi mereka.

Penyelewengan subsidi, pun sering terjadi. Itu bukti, pemerintah kita tidak memiliki konsep yang jelas dalam memecahkan masalah yang melanda anak bangsa ini. Sebaiknya, subsidi tidak perlu diberikan. Kalau memang ingin menyejahterakan rakyatnya, pemerintah harus memiliki cara lain. Di antaranya menciptakan lapangan pekerjaan. Saat ini, jumlah penduduk yang tidak memiliki pekerjaan sangat banyak dan cenderung meningkat. Mereka lebih banyak yang menjadi 'penonton' di negeri sendiri. Padahal mereka adalah tenaga kerja produktif, dan kita sangat yakin mereka bisa mengelola kekayaan alam negeri ini yang melimpah. Kalau memiliki pekerjaan yang tetap, otomatis mereka berpenghasilan tetap yang jumlahnya bisa meningkat sewaktu-waktu. Ibu rumah tangga pun tidak akan panik lagi memikirkan mahalnya harga kebutuhan pokok. Pemerintah pun tidak lagi mengeluarkan berbagai kebijakan tentang subsidi.

Adalah sangat menyedihkan, di negeri kita yang kaya raya ini, tetapi sebagian besar rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan ada yang kelaparan dan meninggal di dalam kemiskinannya. Ini yang harus ditangisi Presiden kita.