Thursday, April 03, 2008

jumat 040408/ima

Subsidi

Selama ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan keluarga, ibu rumah tangga yang selalu menjadi korban. Di saat harga bahan kebutuhan pokok melonjak tajam, ibu rumah tangga yang pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana mengelola keuangan keluarga agar bisa cukup memenuhi keperluan rumah tangganya. Di saat salah satu kebutuhan pokok yakni minyak tanah langka, ibu rumah tangga bertambah repot. Mereka rela antre ber jam-jam dan di bawah terik matahari hanya untuk mendapatkan jatah minyak tanah, itu pun paling banyak hanya lima liter.

Penderitaan 'pengelola' keuangan rumah tangga itu, sepertinya tidak akan pernah berakhir. Kini, mereka terutama pengguna elpiji sebagai pengganti minyak tanah kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar gas itu. Kalau pun ada, harganya melambung. Untuk satu tabung isi 12 kilogram, sekarang harganya Rp 5.000 sampai Rp 10.000 lebih mahal dibanding sebelumnya. Artinya, ibu rumah tangga pengguna elpiji harus berusaha sekuat tenaga mengelola keuangannya agar cukup memenuhi kebutuhan keluarga, minimal untuk satu bulan.

Sulitnya mendapatkan elpiji itu sebenarnya dirasakan sejak Maret lalu, dan tidak hanya di daerah ini melainkan juga di beberapa daerah lain di luar Kalimantan di antaranya Malang, Jawa Timur. Ratusan ribu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di wilayah kabupaten itu terancam bangkrut, akibat tersendatnya pasok minyak tanah dan dan elpiji. Salah satu penyebabnya adalah Pertamina sebagai 'penguasa' penyaluran berbagai jenis BBM dan gas mengurangi pemasokan, selain penyimpangan penjualan akibat disparitas harga.

Akibat disparitas harga itu yang cukup tajam itu, membuat industri ikut industri membeli elpiji untuk rumah tangga (12 kilogram) demi kelangsungan aktivitasnya. Harga elpiji rumah tangga antara Rp 68.000 - Rp 75.000 di tingkat eceran, sedangkan elpiji industri (isi 50 kilogram) Rp 475.000 - Rp 500.000.

Lebih dari itu, kelangkaan berbagai jenis bahan bakar minyak --selama ini premium, solar, minyak tanah)-- dan naiknya harga barang khususnya kebutuhan pokok manusia, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Kebijakan mengurangi bahkan mencabut subsidi atas BBM dan gas, menjadi pemicunya.

Selama ini, kita terlena dengan berbagai subsidi. Akibatnya, begitu ada kebijakan pemerintah mengurangi atau mencabut subsidi, kita pun menjadi kelabakan. Konversi minyak tanah ke elpiji, juga ada kaitannya dengan subsidi. Di saat rakyat siap beralih ke elpiji, justru yang terjadi sebaliknya. Ternyata pemerintah belum siap. Buktinya, elpiji pun sulit didapat.

Memang, tujuan pemerintah memberikan subsidi kepada rakyat adalah mengurangi dan meringankan beban yang harus dipikul rakyat kecil. Tapi melihat fakta di lapangan selama ini, subsidi yang diberikan itu tidak tepat sasaran. Subsidi khususnya untuk BBM, lebih banyak dinikmati oleh warga yang berkecukupan bahkan berlebihan. Sementara rakyat kecil, tetap hidup dalam serba kekurangannya dan sangat sedikit bisa menikmatinya walaupun subsidi itu diperuntukan bagi mereka.

Penyelewengan subsidi, pun sering terjadi. Itu bukti, pemerintah kita tidak memiliki konsep yang jelas dalam memecahkan masalah yang melanda anak bangsa ini. Sebaiknya, subsidi tidak perlu diberikan. Kalau memang ingin menyejahterakan rakyatnya, pemerintah harus memiliki cara lain. Di antaranya menciptakan lapangan pekerjaan. Saat ini, jumlah penduduk yang tidak memiliki pekerjaan sangat banyak dan cenderung meningkat. Mereka lebih banyak yang menjadi 'penonton' di negeri sendiri. Padahal mereka adalah tenaga kerja produktif, dan kita sangat yakin mereka bisa mengelola kekayaan alam negeri ini yang melimpah. Kalau memiliki pekerjaan yang tetap, otomatis mereka berpenghasilan tetap yang jumlahnya bisa meningkat sewaktu-waktu. Ibu rumah tangga pun tidak akan panik lagi memikirkan mahalnya harga kebutuhan pokok. Pemerintah pun tidak lagi mengeluarkan berbagai kebijakan tentang subsidi.

Adalah sangat menyedihkan, di negeri kita yang kaya raya ini, tetapi sebagian besar rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan ada yang kelaparan dan meninggal di dalam kemiskinannya. Ini yang harus ditangisi Presiden kita.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home