Tuesday, December 11, 2007

rabu 121207/ima

HAM
Hidup, merdeka, kebebasan beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat, mendapatkan pekerjaan, merupakan sebagian kecil dari hak dasar manusia. Masih banyak hak yang dimiliki manusia. Begitu pentingnya hak asasi manusia, maka 10 Desember ditetapkan sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan lebih dari itu. PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Piagam Hak Asasi Manusia sebagai upaya untuk melindungi HAM. Pasal 43 Piagam HAM itu menyebutkan: perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Azasi Manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.
Di Indonesia, Piagam HAM itu diejawantahkan oleh MPR RI pada melalui Ketetapan MPR RI Nomor: XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia yang dikeluarkan pada 13 November 1998. Selanjutnya, pada 1999 lahir UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang diberlakukan hingga saat ini. Tujuan dari kedua produk hukum itu, jelas untuk menjamin dan melindungi hak manusia Indonesia itu,
Artinya, dengan dibuatnya dua aturan hukum tentang HAM itu, pemerintah Indonesia bertanggung jawab dan melindungi kebebasan rakyatnya untuk melaksanakan hak mereka. Memang kita mengakui dan menyadari, di balik itu rakyat juga memiliki kewajiban. Hak dan kewajiban adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, kerena keduanya saling melekat.
Dari dua aturan yang melindungi HAM itu timbul pertanyaan, apakah di negeri ini tidak terjadi pelanggaran HAM. Apakah pemerintah sudah melaksanakan tanggungjawab, memberikan penghormatan, perlindungan, pemajuan dan pemenuhan HAM, persamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara, hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, pekerjaan, lingkungan yang bersih, mengembangkan adat‑istiadat, memperoleh kehidupan aman, damai dan tentram. Jawabnya, belum. HAM masyarakat kita belum sepenuhnya terpenuhi.
Itu sebabnya, pada Senin, dalam rangkaian kegiatan menyambut Hari HAM Sedunia, Komunitas Cinta Damai Kalimantan Barat (Kalbar) mendeklarasikan 'Rakyat Kalbar untuk Penegakan HAM' di Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak. Mereka menuntut pemerintah RI sebagai pemangku kewajiban, untuk melaksanakan secara sungguh‑sungguh tanggungjawabnya menjaga dan pemenuhan HAM setiap warganya. Di hari yang sama, LSM HAM di Papua juga mendesak pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM di daerah itu. Mereka berjalan kaki sepanjang dua kilometer di Kota Jayapura, sambil membawa spanduk dan pamflet dengan sejumlah tulisan yang intinya mendesak pemerintah menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua.
Tuntutan Komunitas Cinta Damai Kalbar atau LSM HAM Papua itu, sangat wajar. Mereka dan kita, masih melihat pelanggaran HAM terjadi di mana-mana. Salah satunya adalah HAM dalam kebebasan mengeluarkan pendapat, sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Dalam hal ini, contoh mutakhir adalah kasus yang menimpa wartawan senior Bersihar Lubis yang kini terancam bakal menjadi menjalani hukuman di balik terali besi. Akibat tulisannya di Koran Tempo pada 17 Maret 2007 lalu, dia menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri Depok dengan tuduhan melanggar Pasal 207 KUHP tentang kejahatan terhadap kekuasan pemerintah.
Padahal, kebebasan menyampaikan pendapat dan pikiran baik langsung maupun tidak merupakan hak setiap warga negara. Sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 1999, yakni: Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Juga Pasal 20 dan 21 Ketetapan MPR RI Nomor: XVII/MPR/1998. Pasal 20 menyebutkan: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Pasal 21 menyatakan: Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Tapi semua aturan itu menjadi kehilangan kekuatan dan kekuasaan bagi Bersihar dan kita, khususnya kalangan pers. Sebab, kekuasaan lebih berkuasa maka tidak tertutup kemungkinan kita (pers) pun bisa menjadi 'Bersihar'.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home